Kamis, 05 Maret 2009

Bahan Pembersih Perlengkapan Bayi Dan Anak

Meski mengandung unsur kimia, bahan pembersih yang dibuat khusus untuk perlengkapan bayi dan anak relatif aman.
Bahan-bahan pembersih selalu mengandung unsur kimia dan mikroorganisme yang bisa berdampak buruk pada kesehatan. Adalah bayi dan anak-anak yang paling sensitif menghadapi kedua unsur ini. Itulah sebabnya, beberapa produsen bahan pembersih mengeluarkan produk khusus untuk mencuci perlengkapan bayi dan anak-anak.
Memang, bahan pembersih piranti dan pakaian ini tidak bersentuhan langsung dengan anak. Si kecil, kan, tidak mencuci sendiri baju atau mainannya, sehingga efek sampingnya bukan berupa iritasi atau keracunan akibat terhirup. Yang jelas, kata Dr. rer.nat. Budiawan, bahan-bahan pembersih yang dikhususkan bagi pakaian dan perabotan bayi dan anak-anak menggunakan bahan-bahan kimia yang lebih rendah kadar racunnya, sehingga relatif lebih aman.
Direktur Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan, FMIPA-Universitas Indonesia ini menambahkan, bahan-bahan pembersih seperti deterjen khusus untuk perlengkapan anak tetap mengandung surfaktan (bahan kimia sintetik di dalam deterjen), tetapi kadarnya tidak sekeras seperti dalam deterjen umumnya. "Bahan-bahan pembersih ini juga memiliki kadar pH yang lebih rendah, tapi kemampuan membersihkannya sama saja," lanjut pria yang juga aktif sebagai dosen toksilogi di fakultasnya.
"Namun jangan lupa, perhatikan cara pemakaian dan takaran yang dianjurkan," tambah Budiawan. Bukankah umumnya ibu-ibu suka menambahkan takaran agar busanya banyak? Padahal, busa bukanlah unsur utama dalam proses pembersihan. "Busa yang lebih banyak tidak berarti bisa membersihkan lebih bersih. Malah, busa yang berlimpah-limpah ini bisa membebani lingkungan karena mengandung zat-zat kimia aktif," tandasnya.

BUKAN SUATU KEHARUSAN
Umumnya kadar pH pada deterjen khusus untuk balita sudah dibuat rendah dengan kemampuan mencuci yang menyamai deterjen biasa. Jika pH pada deterjen biasa berkisar antara 10-11, maka pada deterjen khusus balita ini, nilai pH layaknya netral, yaitu sekitar 7. "Kotoran yang melekat di baju anak umumnya kan berupa lemak, seperti susu, makanan, serta feses. Nah, proses pencucian dengan pH ini cukuplah untuk membersihkan kotoran-kotoran tersebut," papar Budiawan.
Disamping itu, deterjen ini umumnya telah ditambah dengan zat kimia yang sifatnya tidak mengganggu sifat deterjen itu sendiri. Contohnya, jika dicuci memakai deterjen biasa tanpa bahan pelembut, topi wol bayi akan terasa kaku. Namun dengan deterjen khusus (deterjen dengan tambahan pelembut), bahan wol akan tetap lembut. "Jadi, tetap nyaman dipakai oleh si bayi atau anak, sehingga tak membuatnya rewel."
Walau begitu, bukan suatu keharusan, kok, untuk memakai deterjen khusus ini. Terutama jika harganya dianggap mahal dan didapatnya pun tak mudah. Budiawan menyarankan, pakai saja sabun mandi batangan atau cair, atau deterjen biasa yang kadar pH-nya netral. "Tak masalah sepanjang kandungan zat-zat kimianya tidak mengubah fisik tekstil."

MEMBERSIHKAN BOTOL SUSU
DI pasaran juga beredar sabun cair khusus untuk membersihkan botol susu. "Prinsipnya sama saja dengan deterjen, yaitu nilai pH yang netral, tetap mengandung surfaktan, kemudian juga mengandung zat-zat aktif lain seperti antibakteri. Jadi disamping membersihkan, sabun ini juga diharapkan bisa menghilangkan kuman," komentar Budiawan.
Yang penting, setelah dicuci dan dibilas sampai bersih, botol susu harus disterilisasi dengan cara direbus atau diuap menggunakan alat pensteril elektrik. Jadi, menggunakan sabun cair biasa untuk membersihkan botol susu pun sebenarnya bisa dilakukan. Toh, setelah itu masih ada proses sterilisasi yang lebih menjamin kebersihan botol susu. Hanya saja, pilih sabun yang pH-nya netral. Alasannya, bila dicuci dengan sabun ber-pH alkalis atau pH > 8, kemungkinan botol atau wadah plastik yang dipanaskan sampai suhu tertentu mengalami pengikisan lapisan plastik. Hal ini harus dicegah mengingat kikisan ini bisa terlarut dalam susu atau tercampur dengan makanan.

MEMBERSIHKAN MAINAN
"CARA membersihkan mainan anak ditentukan oleh bahan mainan itu sendiri," kata Budiawan.
* Mainan dari kayu
Cukup diseka dengan lap basah, lalu dikeringkan. Jangan digosok keras-keras dengan sabun yang bisa membuat cat di kayu tersebut luntur atau mengelupas. Lunturan dan kelupasan ini, bila sampai termakan oleh anak, bisa berbahaya karena cat dapat mengandung timbal, merkuri dan pelarut organik ataupun formalin yang bisa merusak saraf dan hati. Supaya aman, dianjurkan memilih mainan berbahan kayu yang dicat dengan cat antitoksin. Masalahnya, di Indonesia belum semua produsen mau mencantumkan bahan yang digunakan pada mainan buatannya. Orang tua memang harus ekstra hati-hati dalam memilih mainan ini.
* Mainan dari bahan plastik
Mainan jenis ini bisa dicuci dengan sabun cair, lalu dibilas sampai benar-benar bersih. Yang perlu diingat, mainan plastik mengandung bahan ftalat yang dapat membahayakan kesehatan. Bila anak sering menggigit mainan plastiknya, maka akan terjadi proses migrasi. Ftalat masuk ke dalam mulut. Makanya, mainan dari plastik yang sudah tergigit atau bolong, lebih baik disingkirkan saja. Terutama jika si anak masih berusia bayi atau batita. Jangan dipakai main lagi.
- Untuk mengurangi risiko, sebelum digunakan, mainan baru dari plastik ini sebaiknya dicuci dengan air panas. Dengan demikian residu kimia yang ada akan terbilas agar mainan itu tidak membahayakan kesehatan anak.

BETULKAN YANG SALAH KAPRAH
TANPA disadari, kadang kita menebar racun bagi diri sendiri. "Begitu banyak bahan beracun dan berbahaya di sekitar kita yang ternyata bisa dengan mudah membahayakan kesehatan. Biasanya bahaya datang karena kita tak tahu cara menggunakan suatu bahan dengan semestinya," ujar Budiawan. Inilah contohnya:
* Penggunaan deterjen secara berlebihan untuk mendapatkan busanya. Padahal, banyaknya busa tak ada kaitannya dengan bersihnya baju yang dicuci.
* Mencuci sayur dan buah-buahan dengan sabun pembersih boleh saja dilakukan. Namun kemudian harus dibilas bersih-bersih dengan air matang, dua atau tiga kali. Biar bagaimanapun, sabun pembersih
mengandung bahan kimia sintetis yang seharusnya tidak masuk ke dalam tubuh manusia.
* Bila mencuci dengan deterjen, hindari kontak langsung dengan kulit tangan, karena akan menimbulkan iritasi pada kulit. Lebih baik gunakan sarung tangan plastik.
* Pembersih lantai yang sering kita sebut karbol mengandung derivat fenol atau cresol yang sifatnya disinfektan dan juga senyawa klor yang menyebabkan korosit. Bayangkan bila zat yang bersifat korosit ini masuk ke tubuh si kecil yang kita sayangi. Bagaimana bisa?
Ketika habis mengepel dengan karbol, lantai memang tampak "kinclong" karena kotoran menghilang. Tapi tahukah bahwa zat-zat kimia pembersih lantai masih tetap menempel di lantai? Sementara itu, si kecil ingin bebas merangkak dengan jari-jari tangannya. Coba bayangkan bila kemudian si kecil memasukkan tangannya ke mulut? Oleh sebab itu, jangan ragu membilas kembali lantai yang sudah dipel dengan air bersih untuk menghilangkan karbol yang menempel. Repot sedikit, tapi aman buat si kecil. Pakai karbol sesuai takaran.
* Jangan mencampur deterjen dengan pemutih. Pemutih mengandung senyawa organoklor yang bila tercampur dengan deterjen yang bersifat asam, misalnya deterjen yang diberi lemon, akan menghasilkan gas yang disebut gas klor. Bila terhirup, akan menyebabkan efek seketika seperti tenggorokan sakit, iritasi saluran napas, batuk, dan sesak napas. Dampak jangka panjangnya, bisa menyebabkan kerusakan paru-paru yang kronis.
* Yang lebih penting, hindari sebisa mungkin kontak tubuh dengan bahan kimia beracun dan berbahaya. Tujuannya agar kadar zat tersebut pada diri kita tidak melampaui batas toleransi tubuh sehingga tidak menimbulkan risiko atau gangguan kesehatan.

MINIMALKAN RISIKO B3
B3 adalah kependekan dari istilah bahan berbahaya dan beracun. Digolongkan sebagai B3 jika sifat, konsentrasi, dan atau jumlah bahan tersebut, baik secara langsung maupun tidak dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, serta dapat membahayakan kesehatan manusia. Lebih terperinci lagi, suatu senyawa dikatakan sebagai B3 jika memiliki salah satu sifat seperti dapat terbakar, dapat meledak, bersifat korosif, menyebabkan iritasi, mengandung bahan radioaktif, terurai menjadi oksigen pada suhu tinggi, dan beracun atau toksik (karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik).
Asal tahu saja, risiko B3 di sekitar kita bukan hanya terdapat pada deterjen dan pembersih lantai, tapi juga pembasmi serangga, rokok, radiasi, AC, dan masih banyak lagi, termasuk makanan serta air. Sayangnya, keracunan yang paling banyak disoroti biasanya yang bersifat jangka pendek. "Jarang sekali kita mempersoalkan dampak B3 yang mengancam manusia dalam jangka waktu panjang. Sebut saja kerusakan organ tubuh atau keracunan secara permanen setelah mengonsumsi makanan tertentu," kata Budiawan.
Sebagai contoh, jika seseorang mengonsumsi bahan B3 atau terpapar hanya sedikit, seringkali akibatnya tak terasa secara langsung. Kecuali bila yang terhirup adalah pestisida atau gas klor (campuran pemutih dengan bahan bersifat asam), mungkin yang bersangkutan akan langsung merasa sesak napas, mual dan sakit kepala. Padahal dalam jangka panjang, paparan asap atau uap bahan antinyamuk akan terakumulasi dalam tubuh dan menimbulkan kerusakan kronis yang bisa menyebabkan demam, anuria, koma, merangsang SSP (sistem saraf pusat), depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan kematian.
Oleh karena itulah, kita perlu meminimalkan risiko B3. Caranya antara lain:
* Jauhkan dari jangkauan anak-anak semua alat-alat dan pembersih rumah tangga yang mengandung B3, seperti pembersih, pestisida, alat listrik yang mengandung radiasi, dan lain-lain.
* Simpan bahan yang mengandung B3 di tempat sejuk dan jauh dari sinar matahari.
* Sirkulasi udara di rumah harus cukup.
* Pakai sarung tangan bila bekerja dengan bahan korosif.
* Bila terkena mata/kulit, segera bilas dengan air yang banyak.
* Lakukan pola hidup bersih dan tidak berlebihan.

Ini salah satu link yang lengkap juga tentang produk yang mengandung BPA dan tidak :
http://zrecs.blogspot.com/2007/11/z-report-bisphenol-in-baby-bottles-and.html

Sumber: asiuntukbayiku.multiply.com

Tidak ada komentar: